Jumat, Mei 8

a True Leader

Pemimpin Sejati

Bacaan: II Samuel 23:8-39
Berhimpunlah juga kepadanya setiap orang yang dalam kesukaran, ... maka ia menjadi pemimpin mereka. - I Samuel 22:2


Pemimpin sejati bukanlah seseorang yang memerintah orang lain karena kedudukan atau jabatan yang dimilikinya. Banyak orang juga bisa mengendalikan orang lain dengan posisi atau wewenang yang ia miliki. Pemimpin sejati bukanlah mereka yang memiliki pengikut karena memberi imbalan atau janji. Banyak orang mengikuti seorang pemimpin bukan karena pribadi pemimpin tersebut, namun karena tergiur dengan keuntungan yang bisa ia dapatkan. Pemimpin sejati adalah mereka yang berhasil memberikan pengaruh positif, sehingga dengan sukarela banyak orang mengikutinya, bukan karena kedu

dukan atau imbalan yang akan didapatkan.

Daud mendapatkan banyak pengikut yang setia, berkomitmen dan luar biasa ketika berada dalam pelarian di gua Adulam. Daud memiliki kualitas sebagai pemimpin sejati karena:

  1. Daud tidak mengejar atau memaksa orang-orang untuk mengikutinya, melainkan dengan kesadaran dan kerelaan mereka memberi diri dipimpin oleh Daud.
  2. Daud mendapatkan kesetiaan yang mendalam dari mereka tanpa pernah berusaha mendapatkannya.
  3. Daud berhasil mengubah kehidupan orang-orang yang mengikutinya.
  4. Daud berjuang berdampingan dengan orang-orang ini dan menjadikan mereka pemenang dan orang-orang yang luar biasa.

Latar belakang pengikut-pengikut Daud sangatlah buruk. Mereka berada dalam kesukaran, dikejar tukang piutang, bahkan orang-orang yang sakit hati. (I Sam 22:2) Namun di tangan Daud mereka sekarang menjadi pahlawan-pahlawan yang luar biasa (II Sam 23: 8-39). Isyabal membunuh 800 musuh dalam suatu peperangan. Eleazar mengalahkan musuh sampai tangannya seperti melekat pada pedangnya. Sama mempertahankan tanah seorang diri melawan pasukan musuh dan berhasil menghalaunya. Jika Anda seorang pemimpin, apakah Anda sudah menjadi pemimpin sejati dan bukan sekedar pemimpin karena kedudukan belaka?

Kepemimpinan bukan bicara soal kedudukan, kepemimpinan berbicara soal pengaruh.

http://www.renungan-spirit.com

"jeng-jeng......!! jeng-jeng......!!"
(kamera berganti gantian menyorot muka tante2 dan seorang cewe yang saling berplototan)

"jeng-jeng...........!! jeng-jeng...............!!"
(backsound yang semakin lama semakin meninggi dan keras)

akhirnya......
tulisan kuning di pojok kanan bawah televisi muncul
-BERSAMBUNG-

swt (-,-)"!!

jijik kali sinetronnya, pikirku dalam hati. I hate Sinetron..!
komentar2 mulai berdatangan dari teman2ku yang sependapat dengan pikiranku. kok bisa tayangan seperti ini laris manis kayak kue Brownies yah..?? Heran.
gimana coba klo anak dibawah umur nonton adegan yang saling musuh-musuhan, bentak-bentakan, marah-marahan, cinta-cintaan yang murahan gitu...??
udah pasti lah mereka nonton dan masuk + ter-install dalam pikiran mereka....

pengalaman waktu pulang kekozan nih....
waktu lagi jalan, aku melihat 2 anak perempuan main. mereka bercakap-cakap kayak lagi memerankan suatu adegan yang serius. aku liatnya enak juga sih. jadi ingat masa kecil ama teman hehehe....
tapi beberapa saat kemudian ketika aku lewat, salah seorang anak tiba-tiba lari dan yang temannya mengejar sambil meneriaki nya : "Siti....Siti...... aku ibumu"
dan si Siti (gak tau nama asli bocah itu atau samaran) membalas teriakan temannya : "gak mau...!! kau bukan ibuku...!! sana pergi..!!"

GuBbrakKK..!!
kaget donk dengernya
anak kecil mainannya udah kayak gini..??
berbanding terbalik dengan permainanku waktu kecil. kayaknya permainan kayak tali-talian, petak umpet, congklak dll udah tidak digemari oleh anak-anak zaman sekarang. udah ada kemerosotan budaya permainan tradisional.

anak-anak lebih gemar nonton sinetron yang cowo n cewenya cakep2, yang notabene kisahnya tentang percintaan orang dewasa, anak SMA, SMP dan bahkan anak SD pun ada kisah cintannya sendiri.
seharusnya ada pengawasan dari orang tua anak tentang tayangan2 yang tidak mendidik, tapi kok malah ibunya, atau gak menutup kemungkinan bapaknya juga ikut nonton. Sinetron malah jadi tontonan keluarga. what the...!!

waktu baca artikel mengenai Sinetron di kacamata3d, aku juga mendukung si Om Fery. i hate Sinetron... emang bener loh..!! gak mendidik banget + gak membangun iman kita juga sih.. aku sempat negur nyokapku gara2 nonton Sinetron dari jam 7 malam sampe jam 12 malam nonstop. istirahat hanya saat iklan doank...wew..!! what are you searching for, mom..??

semoga ada tayangan2 yang mendidik and membangun khususnya untuk anak2 dibawah umur...agar negara kita bisa berkembang bukan hanya dibidang-bidang tertentu, tapi juga dalam pemikiran tiap individu masing-masing.

Kamis, Mei 7

its been a tough months for me...
lebih spesifik, minggu yang cukup berat untuk dilalui :
-Ujian akhir semester lagi dijalani. tinggal 6 mata kuliah yang harus dilewati.

-1 Tugas Besar missed alias gagal, 1 Tugas Besar harus di acc oleh dosen yang ngajar dikampus lain alhasil harus bolak-balik, 1 Tugas besar rusak (korslet) gara2 nyoldernya salah

-Tim kesayanganku, Chelsea kalah di perempatan final lawan Barcelona (Kamis, 7mei'09)

-World Ocean Conference yang akan dilaksanakan di kampung halamanku ntar lagi dimulai..!!!
dan lebih tragisnya aku ga bisa menghadiri pesta rakyat tersebut, gara2 kebentrok biaya tiket pesawat yang harganya sejumlah dengan harga sebidang tanah di jakarta...
O-eM-ji...

-hari "H" dari beberapa kegiatan yang aku ikuti dan harus always standby dalam tiap acaranya.

-PC ga jalan coz monitornya lagi dipinjem teman, tapi belum dibalikin mpe sekarang.

- and many more...

HAHAHAHAHA
its like my head is going to bigbang...

tapi aku yakin semua bisa teratasi satu per satu...
everything's gonna be alright

Rm. 8:28 Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.

Hal Kecil

Bacaan: Amsal 30:24-33
Ada empat binatang yang terkecil di bumi, tetapi yang sangat cekatan- Amsal 30:24


Benjamin Franklin pernah berkata, “Pukulan-pukulan kecil dapat menumbangkan pohon oak yang besar !” Memang mengherankan ketika melihat hal-hal yang penting dan temuan-temuan besar di dunia ini justru lahir dan berasal dari hal-hal yang kecil. Kita selalu punya kecenderungan untuk melihat sesuatu yang besar daripada memperhatikan sesuatu yang kecil. Hal-hal kecil biasanya kita lewatkan begitu saja, padahal melewatkan hal-hal kecil sebenarnya menutup pintu bagi kemungkinan-kemungkinan besar.

Siapa peduli dengan sarang laba-laba? Tidak ada yang suka dengan sarang laba-laba, kecuali Spiderman tentunya. Sarang laba-laba identik dengan tempat yang kotor, jorok dan jarang dibersihkan. Melihat sarang laba-laba membuat kita jadi tidak sabar lagi untuk segera mengambil sapu dan menghilangkan sarang laba-laba itu. Sementara banyak orang melewatkan hal-hal yang kecil, seorang yang peduli dengan hal-hal kecil justru terinspirasi dengan sarang laba-laba ini. Inspirasi dari sarang laba-laba inilah yang kemudian melahirkan gagasan untuk membuat jembatan gantung! Siapa peduli dengan suara ketel di atas kompor? Suara itu benar-benar mengganggu dan berisik. Membuat kita tak sabar untuk segera mematikan kompor agar suara ketel itu berhenti. Mempedulikan suara ketel adalah tindakan yang bodoh, tapi justru dari suara ketel itulah mesin uap kemudian diciptakan oleh seorang James Watt.

Telah terbukti bahwa hal-hal besar selalu lahir dari hal-hal kecil. Seringkali kita melewatkan banyak hal kecil terjadi begitu saja. Kita terlanjur punya konsep bahwa hal-hal besar selalu lahir dari pemikiran yang rumit. Itu sebabnya kita selalu disibukkan dengan hal-hal besar dan hal-hal paling rumit, dan tidak pernah mempedulikan hal-hal kecil yang nampaknya terlalu sederhana untuk dipikirkan. Terbukalah dengan hal-hal kecil. Belajar peka dan kritis dengan hal-hal kecil yang terjadi di sekitar kita. Jangan pernah membiarkan hal-hal kecil terlewatkan begitu saja, tanpa kita bisa belajar darinya. Jangan sampai suatu saat kita akan dipermalukan akibat kita selalu meremehkan hal-hal kecil.

Semua hal besar selalu berawal dari hal kecil.




Renungan Harian Spirit

Senin, Mei 4

1.The story began when I was a child;
I was born as a son of a poor family.
Even for eating, we often got lack of food.
Whenever the time for eating, mother often gave me her portion of rice.
While she was removing her rice into my bowl,
she would say "Eat this rice, son. I'm not hungry".
That was Mother's First Lie.

2.When I was getting to grow up,
the persevering mother gave her spare time for fishing in a river near our house,
she hoped that from the fishes she got,
she could gave me a little bit nutritious food for my growth.
After fishing, she would cook the fishes to be a fresh fish soup,
which raised my appetite. While I was eating the soup,
mother would sit beside me and eat the rest meat of fish,
which was still on the bone of the fish I ate.
My heart was touched when I saw it.
I then used my chopstick and gave the other fish to her.
But she immediately refused it and said "Eat this fish, son.
I don't really like fish."
That was Mother's Second Lie.

3.Then, when I was in Junior High School,
to fund my study,
mother went to an economic enterprise to bring some used-matches boxes that would be stuck in.
It gave her some money for covering our needs.
As the winter came,
I woke up from my sleep and looked at my mother who was still awoke,
supported by a little candlelight and within her perseverance she continued
the work of sticking some used-matches box.
I said, "Mother, go to sleep, it's late,
tomorrow morning you still have to go for work.
" Mother smiled and said "Go to sleep,
dear. I'm not tired."
That was Mother's Third Lie.

4.At the time of final term,
mother asked for a leave from her work in order to accompany me.
While the daytime was coming and the heat of the sun was starting to shine,
the strong and persevering mother
waited for me under the heat of the sun's shine for several hours.
As the bell rang, which indicated that the final exam had finished,
mother immediately welcomed me and poured me a glass of tea
that she had prepared before in a cold bottle..
The very thick tea was not as thick as my mother's love,
which was much thicker. Seeing my mother covering with perspiration,
I at once gave her my glass and asked her to drink too.
Mother said "Drink, son. I'm not thirsty!".
That was Mother's Fourth Lie.

5.After the death of my father because of illness,
my poor mother had to play her role as a single parent.
By held on her former job, she had to fund our needs alone.
Our family's life was more complicated. No days without sufferance.
Seeing our family's condition that was getting worse,
there was a nice uncle who lived near my house came to help us,
either in a big problem and a small problem.
Our other neighbors who lived next to us saw that our family's life was so unfortunate,
they often advised my mother to marry again. But mother,
who was stubborn, didn't care to their advice,
she said "I don't need love.."
That was Mother's Fifth Lie.

6.After I had finished my study and then got a job,
it was the time for my old mother to retire.
But she didn't want to; she was sincere to go to the marketplace every morning,
just to sell some vegetable for fulfilling her needs.
I, who worked in the other city, often sent her some money to help her in fulfilling her needs,
but she was stubborn for not accepting the money.
She even sent the money back to me.
She said "I have enough money."
That was Mother's Sixth Lie.

7.After graduated from Bachelor Degree,
I then continued my study to Master Degree.
I took the degree, which was funded by a company through a scholarship program,
from a famous University in America .
I finally worked in the company. Within a quite high salary,
I intended to take my mother to enjoy her life in America .
But my lovely mother didn't want to bother her son,
she said to me "I'm not used to."
That was Mother's Seventh Lie.

8.After entering her old age,
mother got a flank cancer and had to be hospitalized.
I, who lived in miles away and across the ocean,
directly went home to visit my dearest mother.
She lied down in weakness on her bed after having an operation.
Mother, who looked so old, was staring at me in deep yearn.
She tried to spread her smile on her face;
even it looked so stiff because of the disease she held out.
It was clear enough to see how the disease broke my mother's body,
thus she looked so weak and thin.
I stared at my mother within tears flowing on my face.
My heart was hurt, so hurt, seeing my mother on that condition.
But mother, with her strength, said "Don't cry, my dear.
I'm not in pain."
That was Mother's Eight Lie

After saying her eighth lie, She closed her eyes forever!

www.kidung.com

Test...Test...1...2....dicoba....
Test...Test...1...2....dicoba....

hahahaha
ini adalah posting pertama gw...
maklum bikin blog baru, gara-gara password blog kemarin lupa atau hilang entah dimana

so, met kenal yah semua...
God Bless